Fraksi PKS Nilai Pemkab Kuningan Masih Punya Banyak “PR” Besar
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kabupaten Kuningan menyampaikan sejumlah kritik tajam terhadap kinerja Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuningan. Kritik tersebut dinilai sebagai “pekerjaan rumah besar” yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah daerah.
Sorotan utama Fraksi PKS mencakup lambannya tata kelola pemerintahan, lemahnya manajemen keuangan, hingga buruknya kualitas pelayanan publik di sektor-sektor vital.
Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Fraksi PKS, Yaya, dalam Rapat Paripurna Pandangan Umum Fraksi terhadap RAPBD 2026, Selasa (7/10/2025).
Menurut Yaya, salah satu persoalan terbesar yang harus segera diselesaikan Pemkab adalah penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dinilai berjalan sangat lamban. “Keterlambatan ini berdampak langsung terhadap kepastian hukum, arah pembangunan, serta minat para investor,” tegasnya.
Ia juga mendesak pemerintah untuk memberantas praktik “mafia perizinan” agar tercipta iklim investasi yang sehat dan transparan.
Di sektor pelayanan publik, Yaya menyoroti kondisi dunia pendidikan yang disebut sangat memprihatinkan. Lebih dari 70 persen fasilitas sekolah mengalami kerusakan berat, banyak sekolah belum memiliki kepala sekolah definitif, serta masih maraknya praktik pungutan liar.
Sementara di bidang kesehatan, Fraksi PKS meminta Pemkab lebih serius menangani lebih dari 6.000 kasus stunting. Pemerintah juga diminta menyederhanakan birokrasi pelayanan bagi warga miskin di rumah sakit daerah agar tidak muncul lagi stigma “orang miskin dilarang sakit.”
Selain itu, Fraksi PKS menyoroti lemahnya tata kelola keuangan daerah. Mereka meminta komitmen tegas dan tertulis dari Pemkab agar tragedi gagal bayar tidak kembali terulang. “Gagal bayar bukan semata persoalan teknis keuangan, tetapi merupakan indikator lemahnya perencanaan, pengawasan, dan disiplin fiskal,” ujar Yaya.
Tak hanya itu, Fraksi PKS juga menyoroti persoalan lain seperti pengelolaan pariwisata di kawasan Palutungan yang dinilai merusak lingkungan, nasib petani yang sulit sejahtera akibat tata niaga yang tidak adil, serta perlunya evaluasi menyeluruh terhadap Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang masih diwarnai berbagai keluhan.